Sponsor

Info Desa

Mengapa Desa Harus Punya Hak Penganggaran

Image result for dana desa
Pagi ini tetap bicara mengenai desa, bukan sekadar pemerintah desa. Desa alias disebut dengan nama lain, sebagai suatu kesatuan wilayah hukum berdasar hak asal dan hak usul yg mendapat penghormatan tinggi di konstitusi. Desa di sini jangan bayangkan kondisinya semacam UU No 5 tahun 1979 maupun UU No 32 tahun 2002 yg menjadi ajimat pemerintah untuk meminggirkan desa.

Desa di masa depan seharusnya mempunyai hak penganggaran. Aliran uang masuk desa sangat besar, tetapi hanya sebagian kecil yg dikelola dengan cara mansiri oleh desa.Institute Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta sempat melakukan riset mengenai penganggaran di 135 desa yg tersebar di 7 provinsi. Hasilnya lumayan mencengangkan! Selama ini desa telah mendapatkan biaya pembangunan yg lumayan besar, tetapi perencanaan dan pengelolaan dana tersebut tetap dikendalikan oleh pihak di luar desa. Itulah yg menimbulkan inkonsistenasi antara perencanaan desa dengan acara pembangunan di daerah perdesaaan.

Dana Pembangunan Desa

Meski dengan cara jumlah kecil, dana ADD adalah pundi biaya desa yg menawarkan fungsi besar bagi masyarakat desa. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membikin kebijakan jumlah ADD minimal 10 prosen dari Dana Alokasi Umum (DAU) dikurangi belanja pegawai. Sayang, kebijakan itu dijawab oleh pemerintah kabupaten dengan mengalokasikan belanja pegawai dalam angka yg fantastis, rata-rata 60-70 prosen. Akibatnya, jumlah ADD yg diterima desa sangat kecil sebab dialokasikan dari sisa biaya di kabupaten.

ADD menawarkan fungsi besar sebab dirinya dengan cara bebas dikelola oleh desa. ADD menjadi dompet mutlak pemerintah desa dalam menggerakan pembangunan desa, menambah derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat, menggerakan organisasi warga, dan menguatkan ekonomi lokal. Selain ADD, tata kelola perencanaan dan penganggaran bersumber dari inisiatif supradesa, baik pemerintah kabupaten, provinsi, maupun pusat.

Minimnya desa mengelola dana pembangunan tidak lepas dari tutorial pandang pemerintah mengenai desa. Pemerintah meragukan performa pemerintah desa dalam mengelola keuangan dengan cara akuntabel. Ada benarnya, tapi tidak sedikit salahnya. Banyak praktik baik dalam pengelolaan dana justru datang dari desa. Meski mereka mempunyai sumberdaya insan yg terbatas, tidak sedikit desa di Gerakan Desa Membangun (GDM) yg dengan cara konsisten menerapkan prinsip tanggung gugat dan transparansi, contohnya Desa Dermaji dan Desa Melung di Banyumas.

Selain itu, kapasitas keuangan daerah yg terbatas juga menentukan jumlah besaran ADD. Besaran ADD bervariasi di tiap daerah, tergantung kapasitas fiskal daerah. Akibatnya di daerah miskin dengan kapasitas fiskal yg rendah berdampak pada minimnya ADD. Padahal daerah miskin seharusnya mendapatkan ADD lebih tidak sedikit supaya sanggup mengentaskan warganya dari belenggu kemiskinan. Hal itu diperparah dengan kebijakan acara pembangunan lainnya, semacam BLM PNPM yg mewajibkan cost sharing APBD, jadi dana yg pribadi bisa dikelola terus kecil.

Usulan GDM untuk Kebijakan Penganggaran Desa

Pada workshop GDM mengenai tata kelola pemerintahan desa di Desa Melung, Kedungbanteng, Banyumas, awal Desember 2012, topik biaya menjadi bahan bahasan utama. Diskusi dipicu oleh presentasi Farid Hadi, seorang aktivis pemberdayaan desa yg tidak sedikit bergerak di Indonesia tahap timur. Akhirnya, GDM mengajukan sejumlah usulan untuk menyusun kebijakan keuangan desa, sebagai berikut:

Pertama, wajib ada upaya konsolidasi uang yg masuk ke desa sebagai bentuk dari rekognisi atas desa dan pelaksanaan asas subsidiaritas dan delegasi jadi desa bisa menjalankan kewenangannya. Selama ini, dana yg masuk ke desa terfragmentasi dalam pelbagai skenario jadi tidak sanggup berjumpa dengan sistem penganggaran pembangunan desa yg disusun melewati musrenbangdes. Banyak acara pembangunan yg dirancang dari atas, perencanaan dan penganggaran acara yg dikelola oleh SKPD maupu lembaga pemerintah lainnya.

Kedua, GDM sepakat dengan perhitungan Dana Alokasi Desa (DAD) yg perbuat oleh IRE-FPPD yg dipersentasikan oleh Farid Hadi, yaitu sebesar 6 prosen dari APBD. Selama ini, negara telah mengalokasikan dana yg besar ke desa dengan jumlah rata-rata 1,042 Milyar yg pengelolaannya tetap tersebar (fragmented) dalam tidak sedikit program. Biaya operasional pemerintah desa (local government expenditure) mencapai 400 juta, dengan hitungan prosentasi 30 prosen jadi kapasitas fiskal desa seharusnya mencapai 1,3 Milyar.

Ketiga, tata kelola keuangan desa memakai prinsip swakelola, partisipatif, transparan, dan akuntabel. Pada prinsip ini, desa (pemerintah desa) wajib sanggup menunjukan tutorial kerja mereka dengan cara baik, terlebih jika desa ke depan mempunyai hak untuk melakukan penganggaran sendiri. GDM ingin hak penganggaran sebagai berkah, bukan kutukan bagi desa. Oleh sebab itu, prinsip-prinsip pengelolaan keuangan di desa penting diperhatikan supaya pemanfaatannya bisa maksimal untuk kepentingan masyarakat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mengapa Desa Harus Punya Hak Penganggaran"

Post a Comment