Pada dasarnya, anak buah BPD memiliki berbagai kewajiban, antara lain harus menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti tekad masyarakat Desa. Selain memiliki kewajiban, ditetapkan pula hal-hal yg dilarang untuk dilakukan oleh anak buah BPD, semacam dilarang merugikan kepentingan umum, mendiskriminasi warga alias golongan masyarakat, dan dilarang menyalahgunakan wewenang. Jika memang anak buah BPD melanggar larangan sebagai anak buah BPD, jadi ia diberhentikan. Pemberhentian anak buah BPD diusulkan oleh ceo BPD terhadap bupati/walikota atas dasar yg akan terjadi musyawarah BPD. Peresmian pemberhentian anak buah BPD ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.
Kami asumsikan BPD yg Kalian maksud di sini artinya anak buah Badan Permusyawaratan Desa (“BPD”). Jadi, pemberhentian BPD yg dimaksud artinya pemberhentian anak buah BPD, bukan pemberhentian lembaga BPD.
BPD artinya lembaga yg melaksanakan manfaat pemerintahan yg anggotanya artinya wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan dengan cara demokratis.[1]
Anda benar bahwa peresmian anak buah BPD ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.[2]
Fungsi dan Kewajiban BPD
Mengenai BPD di desa Kalian yg tak sempat mendengarkan tekad masyarakat, ini berafiliasi dengan manfaat dari BPD itu sendiri. BPD memiliki manfaat sebagai berikut:[3]
a. mengulas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
b. menampung dan menyalurkan tekad masyarakat Desa; dan
c. melakukan pengamatan kinerja Kepala Desa.
Fungsi BPD terkait tekad masyarakat ini tertuang lagi dalam kewajiban BPD, sebagaimana tersedia dalam Pasal 63 huruf c dan d UU Desa:
Anggota BPD wajib:
a. ...;
b. ...;
c. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti tekad masyarakat Desa;
d. mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan;
e. ...;
f. ….
Dari manfaat dan kewajibannya, terang bahwa BPD seharusnya menampung dan menyalurkan tekad masyarakat di desa Kalian dan mendahulukan kepentingan umum dan bukan mendahulukan kepentingan berbagai golongan tertentu.
Larangan Bagi Anggota BPD
Selain ketentuan kewajiban yg harus dipatuhi oleh anak buah BPD, anak buah BPD juga harus mematuhi ketentuan larangan. Pada dasarnya Anggota BPD dilarang:[4]
a. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat Desa, dan mendiskriminasikan warga alias golongan masyarakat Desa;
b. melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, mendapatkan uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yg mampu memengaruhi keputusan alias perbuatan yg akan dilakukannya;
c. menyalahgunakan wewenang;
d. melanggar sumpah/janji jabatan;
e. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa;
f. merangkap sebagai anak buah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi alias Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yg ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
g. sebagai pelaksana proyek Desa;
h. menjadi pengurus partai politik; dan/atau
i. menjadi anak buah dan/atau pengurus organisasi terlarang.
Menyorot mengenai perilaku anak buah BPD yg tak sempat mendengarkan tekad masyarakat alias “kongkalikong” dengan Kepala Desa, perbuatan BPD tersebut mampu dikatakan melanggar berbagai larangan, semacam umpama merugikan kepentingan umum dan mendiskriminasi warga dengan tak mendengarkan tekad warga namun hanya mendengarkan/”kongkalikong” dengan kepala desa. Selain itu mampu juga dikatakan menyalahgunakan wewenang apabila BPD memakai jabatannya untuk kepentingannya sendiri alias orang dekatnya.
Sayangnya, UU Desa tak mengatur lebih lanjut sanksi apa yg mampu dikenakan terhadap anak buah BPD yg melanggar kewajiban maupun larangan di atas.
Meski demikian, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“PP Desa”) sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 mengenai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa sudah mengatur mengenai mekanisme pemberhentian anak buah BPD apabila melanggar larangan sebagai anak buah BPD.
Pemberhentian Anggota BPD
Anggota BPD berhenti karena:[5]
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
Anggota BPD diberhentikan karena:[6]
a. selesai masa keanggotaan;
b. tak mampu melaksanakan tugas dengan cara berkelanjutan alias berhalangan masih dengan cara berturut-turut selagi 6 (enam) bulan;
c. tak lagi memenuhi syarat sebagai anak buah BPD; atau
d. melanggar larangan sebagai anak buah BPD.
Pemberhentian anak buah BPD diusulkan oleh ceo BPD terhadap bupati/walikota atas dasar yg akan terjadi musyawarah BPD. Peresmian pemberhentian anak buah BPD ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.[7]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 mengenai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa.
[1] Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“UU Desa”)
[2] Pasal 74 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“PP Desa”) sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 mengenai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa
[3] Pasal 55 UU Desa
[4] Pasal 64 UU Desa
[5] Pasal 76 ayat (1) PP Desa
[6] Pasal 76 ayat (2) PP Desa
[7] Pasal 76 ayat (3) dan (4) PP Desa
Kami asumsikan BPD yg Kalian maksud di sini artinya anak buah Badan Permusyawaratan Desa (“BPD”). Jadi, pemberhentian BPD yg dimaksud artinya pemberhentian anak buah BPD, bukan pemberhentian lembaga BPD.
BPD artinya lembaga yg melaksanakan manfaat pemerintahan yg anggotanya artinya wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan dengan cara demokratis.[1]
Anda benar bahwa peresmian anak buah BPD ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.[2]
Fungsi dan Kewajiban BPD
Mengenai BPD di desa Kalian yg tak sempat mendengarkan tekad masyarakat, ini berafiliasi dengan manfaat dari BPD itu sendiri. BPD memiliki manfaat sebagai berikut:[3]
a. mengulas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
b. menampung dan menyalurkan tekad masyarakat Desa; dan
c. melakukan pengamatan kinerja Kepala Desa.
Fungsi BPD terkait tekad masyarakat ini tertuang lagi dalam kewajiban BPD, sebagaimana tersedia dalam Pasal 63 huruf c dan d UU Desa:
Anggota BPD wajib:
a. ...;
b. ...;
c. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti tekad masyarakat Desa;
d. mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan;
e. ...;
f. ….
Dari manfaat dan kewajibannya, terang bahwa BPD seharusnya menampung dan menyalurkan tekad masyarakat di desa Kalian dan mendahulukan kepentingan umum dan bukan mendahulukan kepentingan berbagai golongan tertentu.
Larangan Bagi Anggota BPD
Selain ketentuan kewajiban yg harus dipatuhi oleh anak buah BPD, anak buah BPD juga harus mematuhi ketentuan larangan. Pada dasarnya Anggota BPD dilarang:[4]
a. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat Desa, dan mendiskriminasikan warga alias golongan masyarakat Desa;
b. melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, mendapatkan uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yg mampu memengaruhi keputusan alias perbuatan yg akan dilakukannya;
c. menyalahgunakan wewenang;
d. melanggar sumpah/janji jabatan;
e. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa;
f. merangkap sebagai anak buah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi alias Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yg ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
g. sebagai pelaksana proyek Desa;
h. menjadi pengurus partai politik; dan/atau
i. menjadi anak buah dan/atau pengurus organisasi terlarang.
Menyorot mengenai perilaku anak buah BPD yg tak sempat mendengarkan tekad masyarakat alias “kongkalikong” dengan Kepala Desa, perbuatan BPD tersebut mampu dikatakan melanggar berbagai larangan, semacam umpama merugikan kepentingan umum dan mendiskriminasi warga dengan tak mendengarkan tekad warga namun hanya mendengarkan/”kongkalikong” dengan kepala desa. Selain itu mampu juga dikatakan menyalahgunakan wewenang apabila BPD memakai jabatannya untuk kepentingannya sendiri alias orang dekatnya.
Sayangnya, UU Desa tak mengatur lebih lanjut sanksi apa yg mampu dikenakan terhadap anak buah BPD yg melanggar kewajiban maupun larangan di atas.
Meski demikian, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“PP Desa”) sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 mengenai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa sudah mengatur mengenai mekanisme pemberhentian anak buah BPD apabila melanggar larangan sebagai anak buah BPD.
Pemberhentian Anggota BPD
Anggota BPD berhenti karena:[5]
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
Anggota BPD diberhentikan karena:[6]
a. selesai masa keanggotaan;
b. tak mampu melaksanakan tugas dengan cara berkelanjutan alias berhalangan masih dengan cara berturut-turut selagi 6 (enam) bulan;
c. tak lagi memenuhi syarat sebagai anak buah BPD; atau
d. melanggar larangan sebagai anak buah BPD.
Pemberhentian anak buah BPD diusulkan oleh ceo BPD terhadap bupati/walikota atas dasar yg akan terjadi musyawarah BPD. Peresmian pemberhentian anak buah BPD ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.[7]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 mengenai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa.
[1] Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“UU Desa”)
[2] Pasal 74 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“PP Desa”) sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 mengenai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa
[3] Pasal 55 UU Desa
[4] Pasal 64 UU Desa
[5] Pasal 76 ayat (1) PP Desa
[6] Pasal 76 ayat (2) PP Desa
[7] Pasal 76 ayat (3) dan (4) PP Desa
0 Response to "Pemberhentian Anggota BPD Jika Tidak Mendengarkan Aspirasi Masyarakat Desa"
Post a Comment