Sponsor

Info Desa

Kedudukan Hukum Peradilan Desa Adat

Peradilan budaya bertujuan untuk memutus maupun mendamaikan sengketa budaya berdasarkan hukum adat.

Kelembagaan pengadilan budaya merupakan pengadilan yg nasib dalam praktik sehari-hari di desa budaya (masyarakat hukum adat). UU Desa juga mengakui kehadiran kelembagaan peradilan desa budaya tersebut.
Legalitas Hukum Adat
Peraturan perundang-undangan di Indonesia mengakui hukum adat. Pengakuan akan hukum budaya ini tersedia dalam Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yg berbunyi:

Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum budaya beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang tetap nasib dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yg diatur dalam undang-undang.

Selain itu, dalam memutus perkara seorang hakim harus menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yg nasib dalam masyarakat.[1] Putusan pengadilan tidak hanya harus memuat argumen dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan bersangkutan alias sumber hukum tidak tertulis yg dijadikan dasar untuk mengadili.[2] Penjelasan lebih lanjut mengenai hukum budaya bisa Kalian baca dalam postingan Sudah Dipidana Secara Adat, Dapatkah Dipidana Lagi Berdasarkan Hukum Nasional?.

Dalam postingan Hakim Adat Minta Pengakuan dari Negara, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara Lilik Mulyadi (yang menjabat ketika itu) membahas sebetulnya lembaga budaya diakui dalam sistem peradilan Indonesia. Pengakuannya bisa dilihat dari hakim-hakim yg telah menggali nilai-nilai budaya ketika membikin putusan.

Lebih lanjut, Lilik berkata model penyelesaiannya itu merupakan jikalau suatu permasalahan berakhir di lembaga adat, jadi permasalahan itu telah dianggap selesai. Bila nyatanya tidak berakhir juga, baru kemudian berlangsung ke peradilan nasional. Dan sebetulnya pengadilan telah mengakui itu.

Peraturan Desa Adat dan Peradilan Desa Adat
UU Desa mengatur mengenai Peraturan Desa Adat, Peraturan Desa Adat diubahsuaikan dengan hukum budaya dan norma budaya istiadat yg berlaku di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3] Ketentuan mengenai Peraturan Desa Adat hanya berlaku bagi desa adat.[4]

Akan namun butuh diketahui, ketentuan mengenai Desa berlaku juga untuk Desa Adat sepanjang tidak diatur dalam ketentuan khusus mengenai Desa Adat.[5]

Pengaturan dan penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat dilaksanakan sesuai dengan hak asal usul dan hukum budaya yg berlaku di Desa Adat yg tetap nasib dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan tidak bertentangan dengan asas penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.[6]

Pemerintahan Desa Adat menyelenggarakan manfaat permusyawaratan dan Musyawarah Desa Adat sesuai dengan susunan orisinil Desa Adat alias dibentuk baru sesuai dengan prakarsa masyarakat Desa Adat.[7]

Pasal 103 UU Desa mengatur mengenai kewenangan Desa Adat berdasarkan hak asal usul yg meliputi:
a.    pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli;
b.    pengaturan dan pengurusan ulayat alias wilayah adat;
c.    pelestarian kualitas sosial budaya Desa Adat;
d.  penyelesaian sengketa budaya berdasarkan hukum budaya yg berlaku di Desa Adat dalam wilayah yg selaras dengan prinsip hak asasi insan dengan mengutamakan penyelesaian dengan cara musyawarah;
e.    penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f.     pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat berdasarkan hukum budaya yg berlaku di Desa Adat; dan
g.    pengembangan kehidupan hukum budaya sesuai dengan keadaan sosial budaya masyarakat Desa Adat.

Jadi UU desa sendiri mengakui kehadiran peradilan Desa Adat yg bertujuan mendamaikan sengketa budaya berdasarkan hukum adat.

Kelembagaan Pengadilan Desa Adat
Dalam postingan Menakar Peradilan Desa Adat Dalam UU Desa sebagaimana yg kami jalan masuk dari laman HuMa (organisasi non pemerintah yg memusatkan perhatian kerjanya pada informasi pembaharuan hukum pada bidang sumber daya alam), Nurul Firmansyah membahas bahwa desa budaya merupakan quasi Negara yg menjalankan kewenangan pemerintahan desa, sekaligus menjalankan kewenangan berdasarkan hak asal usul. Desa budaya merupakan gabungan sistem pemerintahan modern dengan tradisional, jadi dalam konteks tersebut, kelembagaan desa budaya dalam derajat tertentu bisa mengadopsi kelembagaan tradisional.

Masih berasal dari laman yg sama, kelembagaan pengadilan budaya merupakan tahap dari kelembagaan tradisional desa budaya yg dalam definisi hukum disebut dengan “susunan asli”. Kelembagaan pengadilan budaya merupakan pengadilan yg nasib dalam praktek sehari-hari di desa budaya (masyarakat hukum adat). UU Desa mengakui kehadiran kelembagaan pengadilan desa budaya tersebut.

Hal ini sesuai dengan Pasal 103 huruf a UU Desa yg menyatakan bahwa pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan oleh desa budaya berdasarkan susunan asli. Susunan orisinil merupakan sistem organisasi kehidupan desa budaya yg dikenal di wilayah-wilayah masing-masing.[8] Dengan merujuk rumusan Pasal 103 huruf a dan dikaitkan dengan Pasal 103 huruf d dan e UU Desa, jadi kelembagaan pengadilan desa budaya merupakan pengadilan budaya yg dikenal oleh masyarakat hukum adat, baik yg bertujuan memutus, maupun yg bertujuan mendamaikan sengketa budaya berdasarkan hukum adat. Artinya, Pengadilan-pengadilan yg dikenal oleh masyarakat hukum budaya itulah yg kemudian diakui menjadi pengadilan desa budaya dalam rumusan UU Desa.[9]

Jadi menjawab pertanyaan Anda, peradilan budaya tersebut bertujuan untuk memutus maupun mendamaikan sengketa budaya berdasarkan hukum adat. Kelembagaan pengadilan budaya merupakan pengadilan yg nasib dalam praktek sehari-hari di desa budaya (masyarakat hukum adat) dan UU Desa mengakui kehadiran kelembagaan peradilan desa budaya tersebut.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1.    Undang-Undang Dasar 1945;
2.    Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 mengenai Kekuasaan Kehakiman;
3.    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa.

Referensi:
http://huma.or.id/uncategorized/menakar-peradilan-desa-adat-dalam-uu-desa.html, diakses pada 20 Juni 2017, pukul 11.30 WIB

[1] Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 mengenai Kekuasaan Kehakiman (“UU 48/2009”)
[2] Pasal 50 ayat (1) UU 48/2009
[3] Pasal 110 UU Desa
[4] Pasal 111 ayat (1) UU Desa
[5] Pasal 111 ayat (2) UU Desa
[6] Pasal 107 UU Desa
[7] Pasal 108 UU Desa
[8] Penjelasan Pasal 103 huruf a UU Desa
[9] Nurul Firmansyah, Menakar Peradilan Desa Adat Dalam UU Desa

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kedudukan Hukum Peradilan Desa Adat"

Post a Comment