Peraturan Desa dalah peraturan perundang-undangan yg ditetapkan oleh Kepala Desa seusai dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya bisa dimuat dalam:
a. Undang-Undang;
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan desa merupakan tipe peraturan perundang-undangan yg diakui keberadaannya dan memiliki kekuatan hukum mengikat, melainkan tak bisa memuat sanksi pidana.
Penjelasan lebih lanjut bisa Kalian baca dalam ulasan di bawah ini.
Peraturan Desa
Peraturan Desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“UU Desa”) merupakan peraturan perundang-undangan yg ditetapkan oleh Kepala Desa seusai dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.[1]
Jenis peraturan di Desa terdiri atas:[2]
1. Peraturan Desa;
2. Peraturan bersama Kepala Desa, dan;
3. Peraturan Kepala Desa.
Peraturan Desa tersebut merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa. Penetapan Peraturan Desa merupakan pembagian terstruktur mengenai atas beberapa kewenangan yg dimiliki Desa mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yg lebih tinggi.[3]
Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa seusai dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.[4] Peraturan yg ada di desa tersebut dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yg lebih tinggi.[5]
Peraturan Desa tak boleh bertentangan dengan peraturan yg lebih tinggi dan tak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu:[6]
a. terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;
b. terganggunya jalan masuk kepada pelayanan publik;
c. terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
d. terganggunya kegiatan ekonomi untuk menambah kesejahteraan masyarakat Desa; dan
e. diskriminasi kepada suku, agama dan kepercayaan, ras, antargolongan, dan gender.
Kedudukan Peraturan Desa
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”), Peraturan Desa tak lagi disebutkan dengan cara eksplisit sebagai salah satu tipe dan masuk dalam hiearki peraturan perundang-undangan.[7]
Akan tetapi, kedudukan Peraturan Desa sebetulnya tetap tergolong peraturan perundang-undangan. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 8 UU 12/2011:
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan tidak hanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yg ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, alias komisi yg setingkat yg dibentuk dengan Undang-Undang alias Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa alias yg setingkat.
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yg lebih tinggi alias dibentuk berdasarkan kewenangan.
Dengan demikian, peraturan desa sebagai peraturan yg ditetapkan oleh kepala desa merupakan tipe peraturan perundang-undangan yg diakui keberadaannya dan memiliki kekuatan hukum mengikat. Lebih lanjut mengenai peraaturan desa bisa Kalian baca dalam postingan Status Peraturan Desa Setelah Berlakunya UU No. 12/2011.
Materi Muatan Sanksi dalam Peraturan Desa
Menyorot pertanyaan Anda, materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya bisa dimuat dalam:[8]
a. Undang-Undang;
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Maria Farida Indrati Soeprapto dalam bukunya yg berjudul Ilmu Perundang-Undangan: Proses dan Teknik Pembentukannya, berkata bahwa ketentuan pidana merupakan ketentuan yg tak utama ada dalam peraturan perundang-undangan, jadi perumusan ketentuan pidana tersebut tergantung pada masing-masing peraturan perundang-undangan. Namun demikian, peraturan perundang-undangan yg bisa mencantumkan Ketentuan Pidana hanya Undang-Undang dan Peraturan Daerah (hal. 99). Kata “dapat” yg dipakai oleh Maria Farida tersebut mengindikasikan bahwa undang-undang tak wajib rutin ada ketentuan pidana di dalamnya.
Selanjutnya bisa Kalian baca dalam postingan Apakah Undang-Undang Harus Memuat Sanksi?.
Berdasarkan penjelasan tersebut, meskipun peraturan desa merupakan tipe peraturan perundang-undangan yg diakui keberadaannya dan memiliki kekuatan hukum mengikat, melainkan peraturan desa tak bisa memuat sanksi pidana.
Apabila terjadi pelanggaran kepada pelaksanaan Peraturan Desa yg sudah ditetapkan, Badan Permusyawaratan Desa berkewajiban mengingatkan dan menindaklanjuti pelanggaran dimaksud sesuai dengan kewenangan yg dimiliki. Itulah salah satu manfaat pengamatan yg dimiliki oleh Badan Permusyawaratan Desa. Selain Badan Permusyawaratan Desa, masyarakat Desa juga memiliki hak untuk melakukan pengamatan dan evaluasi dengan cara partisipatif kepada pelaksanaan Peraturan Desa.[9]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa.
Referensi:
Maria Farida Indrati Soeprapto. 2007. Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya. Kanisius: Yogyakarta.
[1] Pasal 1 angka 7 UU Desa
[2] Pasal 69 ayat (1) UU Desa
[3] Penjelasan umum angka 7 UU Desa
[4] Pasal 69 ayat (3) UU Desa
[5] Pasal 69 ayat (2) UU Desa
[6] Penjelasan umum angka 7 UU Desa
[7] Sebelumnya, Peraturan Desa merupakan salah satu tipe Peraturan Daerah yg tergolong tipe dan hierarki peraturan perundangan-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c jo. Pasal 7 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 10/2004”).
[8] Pasal 15 ayat (1) UU 12/2011
[9] Penjelasan umum angka 7 UU Desa
Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya bisa dimuat dalam:
a. Undang-Undang;
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan desa merupakan tipe peraturan perundang-undangan yg diakui keberadaannya dan memiliki kekuatan hukum mengikat, melainkan tak bisa memuat sanksi pidana.
Penjelasan lebih lanjut bisa Kalian baca dalam ulasan di bawah ini.
Peraturan Desa
Peraturan Desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“UU Desa”) merupakan peraturan perundang-undangan yg ditetapkan oleh Kepala Desa seusai dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.[1]
Jenis peraturan di Desa terdiri atas:[2]
1. Peraturan Desa;
2. Peraturan bersama Kepala Desa, dan;
3. Peraturan Kepala Desa.
Peraturan Desa tersebut merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa. Penetapan Peraturan Desa merupakan pembagian terstruktur mengenai atas beberapa kewenangan yg dimiliki Desa mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yg lebih tinggi.[3]
Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa seusai dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.[4] Peraturan yg ada di desa tersebut dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yg lebih tinggi.[5]
Peraturan Desa tak boleh bertentangan dengan peraturan yg lebih tinggi dan tak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu:[6]
a. terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;
b. terganggunya jalan masuk kepada pelayanan publik;
c. terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
d. terganggunya kegiatan ekonomi untuk menambah kesejahteraan masyarakat Desa; dan
e. diskriminasi kepada suku, agama dan kepercayaan, ras, antargolongan, dan gender.
Kedudukan Peraturan Desa
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”), Peraturan Desa tak lagi disebutkan dengan cara eksplisit sebagai salah satu tipe dan masuk dalam hiearki peraturan perundang-undangan.[7]
Akan tetapi, kedudukan Peraturan Desa sebetulnya tetap tergolong peraturan perundang-undangan. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 8 UU 12/2011:
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan tidak hanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yg ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, alias komisi yg setingkat yg dibentuk dengan Undang-Undang alias Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa alias yg setingkat.
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yg lebih tinggi alias dibentuk berdasarkan kewenangan.
Dengan demikian, peraturan desa sebagai peraturan yg ditetapkan oleh kepala desa merupakan tipe peraturan perundang-undangan yg diakui keberadaannya dan memiliki kekuatan hukum mengikat. Lebih lanjut mengenai peraaturan desa bisa Kalian baca dalam postingan Status Peraturan Desa Setelah Berlakunya UU No. 12/2011.
Materi Muatan Sanksi dalam Peraturan Desa
Menyorot pertanyaan Anda, materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya bisa dimuat dalam:[8]
a. Undang-Undang;
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Maria Farida Indrati Soeprapto dalam bukunya yg berjudul Ilmu Perundang-Undangan: Proses dan Teknik Pembentukannya, berkata bahwa ketentuan pidana merupakan ketentuan yg tak utama ada dalam peraturan perundang-undangan, jadi perumusan ketentuan pidana tersebut tergantung pada masing-masing peraturan perundang-undangan. Namun demikian, peraturan perundang-undangan yg bisa mencantumkan Ketentuan Pidana hanya Undang-Undang dan Peraturan Daerah (hal. 99). Kata “dapat” yg dipakai oleh Maria Farida tersebut mengindikasikan bahwa undang-undang tak wajib rutin ada ketentuan pidana di dalamnya.
Selanjutnya bisa Kalian baca dalam postingan Apakah Undang-Undang Harus Memuat Sanksi?.
Berdasarkan penjelasan tersebut, meskipun peraturan desa merupakan tipe peraturan perundang-undangan yg diakui keberadaannya dan memiliki kekuatan hukum mengikat, melainkan peraturan desa tak bisa memuat sanksi pidana.
Apabila terjadi pelanggaran kepada pelaksanaan Peraturan Desa yg sudah ditetapkan, Badan Permusyawaratan Desa berkewajiban mengingatkan dan menindaklanjuti pelanggaran dimaksud sesuai dengan kewenangan yg dimiliki. Itulah salah satu manfaat pengamatan yg dimiliki oleh Badan Permusyawaratan Desa. Selain Badan Permusyawaratan Desa, masyarakat Desa juga memiliki hak untuk melakukan pengamatan dan evaluasi dengan cara partisipatif kepada pelaksanaan Peraturan Desa.[9]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa.
Referensi:
Maria Farida Indrati Soeprapto. 2007. Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya. Kanisius: Yogyakarta.
[1] Pasal 1 angka 7 UU Desa
[2] Pasal 69 ayat (1) UU Desa
[3] Penjelasan umum angka 7 UU Desa
[4] Pasal 69 ayat (3) UU Desa
[5] Pasal 69 ayat (2) UU Desa
[6] Penjelasan umum angka 7 UU Desa
[7] Sebelumnya, Peraturan Desa merupakan salah satu tipe Peraturan Daerah yg tergolong tipe dan hierarki peraturan perundangan-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c jo. Pasal 7 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 10/2004”).
[8] Pasal 15 ayat (1) UU 12/2011
[9] Penjelasan umum angka 7 UU Desa
0 Response to "Bolehkah Peraturan Desa Memuat Sanksi Pidana?"
Post a Comment