Mendalami Desa tidak hanya pada aspek administratif membawa pemikiran pada persoalan kehidupan di Desa. Misal tentang lapangan kerja di desa, hal itu berhubungan dengan modal, produksi, pasar dan bagaimana ekonomi berputar di Desa. Pada bagian lain, kepemilikan aset oleh Desa belum berujung pada modal ekonomi produktif yang bisa dikerjakan sebagai usaha dan dinikmati oleh rakyat banyak di Desa. Isu klasik tentang Pembangunan Desa baru sebatas soal ketersediaan serta akses terhadap sarana dan prasarana sosial dasar. Oleh karena itu model pendekatan konsolidasi perencanaan dan penganggaran Desa menentukan pemecahan kongkrit dari aspek strategis Desa ini. Persoalan Desa tidak bisa hanya disikapi pada kebutuhan layanan administratif, karena ide dan gagasan yang dibangun tentang Desa memang jauh lebih besar. Termasuk dalam hal kedudukan Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum.
Pandangan di atas terkait dengan perspektif kedudukan Desa. Dualitas Desa (Definisi Desa menurut UU Desa) sebagai entitas pemerintahan dan sebagai kesatuan masyarakat menampilkan tanda format otonomi Desa akan seperti apa. UU Desa telah menempatkan Desa menjalankan fungsi administrasi pemerintahan sekaligus kesatuan masyarakat. Dualitas Desa dalam kesatuan ini menempatkan kedudukan Desa bersifat unik.
Pada bagian lain, kedudukan Desa juga terkait dengan peran, kapasitas dan dukungan kebijakan. Posisi dan kedudukan Desa terhadap masyarakat bersifat pemenuhan kewajiban dan tangung jawab, sedangkan terhadap negara bersifat hak-hak yang seharusnya diterima. Tafsir atas otonomi Desa menjadi penentu perlakuan negara terhadap Desa. Otonomi Desa ditafsir bukan sebagai hilangnya kewajiban dan tanggung jawab negara kepada Desa. Hal ini menjadi karakter (penjiwaan) UU Desa dalam bentuk-bentuk pengakuan, kewenangan, regulasi, dana dan dukungan program/kegiatan.
Desa sebagai kesatuan masyarakat diakui dan dihormati dalam bentuk, hak serta kewenangan asal usul, seperti Nagari di Sumatera Barat, Lembang di Tana Toraja, Kuwu di Cirobon, Desa Pakereman di Bali dan Kampung di Papua serta lain-lain tempat. Pengakuan Negara tersebut diwujudkan dalam bentuk hak asal usul Desa dan dalam bentuk kewenangan Desa sebagai kewenangan berdasarkan asal usul. Selain itu Desa diberikan kewenangan oleh negara dalam bentuk Kewenangan Desa berskala lokal. Dua kewenangan ini menegaskan pengakuan negara terhadap Desa sebagai bentuk, pranata yang masih berjalan (rekognisi) dan pengakuan negara terhadap kapasitas Desa dalam mengelola urusan-urusan pembangunan dan pemberdayaan (subsidiari). Sumber kewenangan Desa menjadi kunci, dalam kadar dan derajad otonomi serta Desa dalam layanan administratif seharusnya menjadi pemicu tafsir dan tindakan dinamis Desa. Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum berarti komunitas sebagai subyek yang berpemerintahan. Oleh karena itu Desa adalah subyek hukum, yang direpresentasikan melalui Kepala Desa. Dalam pemerintahan Desa terkandung muatan masyarakat dan kepentingan masyarakat, demikian juga sebaliknya. Dalam mindset Kepala Desa, perangkat Desa dan masyarakat, soal-soal partisipasi, Desa inklusi dan akses masyarakat ini mesti tuntas agar persoalan ini tidak menggaris kepentingan yang terpecah-pecah. Benar, bahwa setiap kelompok mempunyai kepentingan-kepentingan yang dipertemukan melalui musyawarah, akan tetapi dalam musyawarah Desa juga, kekuatan Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum juga mesti berhasil merumuskan ‘kepentingan bersama/common interest’ sebagai bukti komunitas yang hidup dan aktif. Oleh karenanya, merumuskan aturan dengan menjadikan UU Desa sebagai konsideran, membawa konsekuensi logis ketaatan terhadap terminologi Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum.
Kecenderungan komunitas Desa yg makin terbuka membawa Desa pada pilihan konsensus baru pada tingkat lokal sebagai pilihan dan keputusan partisipatif yang layak dihargai. Setiap pilihan membawa konsekuensi pada kewenangan dan anggaran Desa tetapi yang lebih penting, negara telah membangun relasi yang dewasa dengan Desa, otonomi yang direncanakan dengan matang termasuk dalam hal memperlakukan Desa.
0 Response to "DESA SEBAGAI KESATUAN MASYARAKAT HUKUM"
Post a Comment