Dalam struktur pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Desa ialah struktur pemerintahan terkecil. Merupakan kesatuan masyarakat hukum yg mempunyai batas wilayah, serta yg berwenang untuk mengatur serta mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yg diakui serta dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengelolaan keungan desa serta sumber pendanaan yg akuntabel menjadi kunci terlaksananya pelayanan serta penyelenggaraan kewenangan pemerintahan di tingkat desa.
Desa sebagai Struktur Pemerintahan serta Penyelenggaraan Negara
Pemerintahan Desa ialah penyelenggara urusan pemerintahan serta pelayanan terhadap kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yg diakui dengan cara sah dalam Undang Undang. Struktur pemerintahan desa justru telah ada jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia diproklamirkan merdeka. Pengakuan terhadap struktur pemerintahan di desa ialah penghormatan Negara terhadap hak asal usul dan/atau hak tradisional masyarakat yg diakui dengan cara resmi dalam sistem pemerintahan negara.
Selama ini desa dengan otonominya berada dalam ambiguitas, antara mengurus sendiri sesuai dengan potensi serta kapasitas lokal, tanpa intervensi serta tanggungjawab Negara, alias tetap dibawah dominasi akal birokrasi Negara dimana seluruh urusan desa ialah urusan pemerintahan, menjadi pengaturan negara. Sementara disisi lain, desentralisasi yg otonom dari Negara bagi desa, yaitu pada kewenangan serta pengelolaan keuangan yg lebih besar menghadapi tantangan mengenai kesiapan desa sendiri, khususnya keterbatasan sumber daya desa. Bisa sehingga yg akan terjadi yg diinginkan menjadi bertolak belakang, kewenangan yg otonom tersebut menjadi tak terkontrol serta mengeksploitasi potensi desa yg ada bahkan merusak dalam tak sedikit hal.
Keuangan Desa dalam Hirarki Keuangan Negara
Penyelenggaraan urusan pemerintahan serta pelaksanaan kewenangan ditingkat desa pastinya tak akan mampu berlangsung dengan baik apabila tanpa adanya kejelasan mengenai Keuangan Desa sebagai bagian dalam sistem Keuangan Negara. Kejelasan pendanaan dalam Keuangan Desa ialah faktor yg vital dalam kelancaran urusan pelayanan serta pelaksanaan tanggung jawab pemerintahan di desa. Selama ini keuangan desa seakan-akan terlepas dari sistem keuangan Negara.
Mencermati Undang-Undang no 17 tahun 2003, dengan cara eksplisit tak menyatakan bagaimana posisi keuangan desa didalam sistem keuangan Negara yg berlaku ketika ini. Keuangan Desa selagi ini ditopang dana transfer dari kawasan serta pendapatan orisinil desa yg sangat terbatas. Posisi sumber pendanaan serta pertanggung jawaban keuangan desa terkait Keuangan Negara mulai sedikit lebih terang mulai terkesan dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 mengenai Desa yg mengamanatkan besaran alokasi tertentu dari Anggaran Pendapatan serta Belanja Negara untuk pendanaan desa.
Dalam rangka pelaksanaan amanat yg ada dalam Undang Undang Desa dimaksud ditahun 2014 pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah no 60 tahun 2014 mengenai “Dana Desa yg Bersumber dari Anggaran Pendapatan serta Belanja Negara”. Penganggaran Dana Desa didalam Peraturan Pemerintah dimaksud, tetap belum menunjukkan kejelasan dengan cara substansial atas alokasi dana desa sebab disebutkan sebagai pos “Cadangan Dana Desa”. Penyebutan sebagai pos cadangan dalam konteks keuangan Negara pastinya tak lebih begitu cocok sebab alokasi dana desa ialah amanat Undang Undang Desa yg harus dijalankan.
Kejelasan Alokasi Anggaran Pendapatan serta Belanja Negara terhadap Keuangan Desa
Pada tanggal 29 April 2015 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 mengenai “Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara”. Dalam Peraturan Pemerintah ini penyusunan pagu biaya dana desa telah tak disebutkan lagi sebagai pos “Cadangan Dana Desa”, tetapi disebutkan sebagai pos”Dana Desa”. Perubahan ini terus memperjelas alokasi Dana Desa yg berasal dari Anggaran Pendapatan serta Belanja Negara.
Didalam Anggaran Pendapatan serta Belanja Negara, pagu Dana Desa ditetapkan sebagai bagian dari biaya Dana Transfer ke Daerah serta Dana Desa. Sebagaimana APBN yg mampu berubah dengan mekanisme perubahan (APBNP), jadi didalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2015, Anggaran Dana Desa didalam APBN juga mampu berubah melewati mekanisme APBNP. Hal ini tak sama dengan PP 60 tahun 2014 pasal 10, disebutkan bahwa pagu biaya Dana Desa tak berubah dalam faktor ada perubahan dalam APBN. Perubahan Anggaran Dana Desa yg diperbolehkan dalam PP 22 tahun 2015 tak mampu dilakukan apabila :
Jumlah biaya Dana Desa telah mencapai 10% dari jumlah Dana Transfer ke Daerah, dan
Dilakukan diluar Dana Transfer ke Daerah
Untuk semester I paling lambat minggu keempat bulan Juli tahun biaya berjalan,
Untuk semester II paling lambat minggu keempat bulan Januari tahun biaya berikutnya.
Pengalokasian Dana Desa untuk tiap Kabupaten/Kota dihitung berdasarkan jumlah desa, dengan menggunakan: 1) alokasi dasar serta 2) alokasi yg dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, serta tingkat kesulitan geografis desa. Besaran Dana Desa untuk tiap Kabupaten/Kota ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN (sebelumnya dalam PP 60 Tahun 2014 dengan Peraturan Menteri).
Prosedur Alokasi serta Penyaluran Dana Desa
Berdasarkan alokasi Dana Desa untuk kabupaten/kota, bupati/walikota menetapkan alokasi Dana Desa untuk tiap desa diwilayahnya dengan peraturan bupati/walikota. Pengalokasian untuk tiap desa juga harus memakai tutorial yg sama dengan pengalokasian untuk tiap kabupaten/kota, yaitu dengan memperhitungkan : 1) alokasi dasar serta 2) alokasi yg dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, serta tingkat kesulitan geografis desa. Tingkat kesulitan geografis desa ditunjukkan dengan indeks kesulitan geografis (IKG) desa yg disusun serta ditetapkan oleh masing-masing bupati/walikota. Indeks Kesulitan Geografis desa disusun dengan memperhatikan berbagai faktor berikut:
a. ketersediaan prasarana pelayanan dasar;
b. keadaan infrastruktur;dan
c. aksesibilitas/transportasi.
Rincian dana desa untuk tiap desa serta ketentuan pembagiannya ditetapkan dengan masing-masing peraturan bupati/walikota.
Penyaluran dana desa dilakukan melewati mekanisme pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), selanjutnya masing-masing kawasan menyalurkannya ke tiap desa dengan mekanisme pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke rekening kas desa. Penyaluran dana desa untuk tiap tahun biaya dari kas umum negara ke kas umum kawasan dilakukan dalam 3 (tiga) bagian berikut:
a. bagian I di bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus);
b. bagian II di bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan
c. bagian III di bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus)
yang akan dilakukan paling lambat minggu kedua dalam bulan yg ditentukan dalam tiap tahapan. Penyaluran ke kas desa untuk tiap tahapnya di masing-masing kabupaten/kota harus dilakukan maksimal 14 hari kerja semenjak dana diterima di kas umum daerah.
Penggunaan dana desa untuk sebuah kegiatan harus mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) serta Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) dengan memperhatikan prioritas penggunaan dana desa yg ditetapkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal serta Transmigrasi. Pedoman umum pelaksanaan penggunaan dana desa akan ditetapkan untuk tiap tahun biaya serta akan dikeluarkan 3 (tiga) bulan sebelum tahun biaya berjalan. Guna menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatan di masing-masing daerah, bupati/walikota mampu membikin pedoman teknis kegiatan yg didanai dari dana desa.
Sanksi Terkait Dana Desa
Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa serta yg mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yg dipisahkan ialah Kepala Desa. Terkait penggunaan dana desa jadi Kepala Desa harus memberi tau laporan realisasi penggunaan dana desa terhadap bupati/walikota setiap semester. Penyampaian laporan realisasi penggunaan serta desa dimaksud dilakukan dengan ketentuan:
Jika kepala desa tak alias telat dalam memberi tau laporan realisasi penggunaan dana desa jadi bupati/walikota mampu menerapkan sanksi penundaan penyaluran dana desa hingga dengan disampaikannya laporan dimaksud.
Dalam faktor terkait penggunaan dana desa tahun biaya sebelumnya tersedia Sisa Lebih Anggaran (SiLPA) lebih dari 30 %, jadi bupati/walikota mampu menunjukkan sanksi administrasi terhadap desa terkait berupa penundaan penyaluran dana desa bagian I tahun biaya berjalan. Jika dalam tahun biaya berlangsung tetap tersedia SiLPA dana desa lebih dari 30%, jadi bupati/walikota mampu menunjukkan sanksi administrative berupa pemotongan dana desa untuk tahun biaya berikutnya sebesar SiLPA dana desa tahun biaya berjalan. Bagi bupati/walikota yg tak menyalurkan Dana Desa sesuai dengan ketentuan, jadi menteri mampu melakukan penundaan penyaluran Dana AlokasiUmum dan/atau Dana Bagi Hasil yg menjadi hak kabupaten/kota yg bersangkutan.
Referensi:
- Undang Undang no 17 tahun 2003 mengenai Keuangan Negara
- Undang Undang no 6 tahun 2014 mengenai Desa
- Peraturan Pemerintah (PP) No.60 tahun 2014 mengenai Dana Desa Yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan serta Belanja Negara
- Peraturan Pemerintah (PP) No.22 tahun 2015 mengenai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Dana Desa Yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan serta Belanja Negara
- Peraturan Pemerintah (PP) No.43 tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Keuangan Desa
0 Response to "Kejelasan Dana Desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara"
Post a Comment