Sponsor

Info Desa

Bolehkah Anggota Badan Permusyawaratan Desa Menjadi Pengurus BUM Desa?

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga yg melaksanakan manfaat pemerintahan yg anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan dengan cara demokratis.

Jika merujuk terhadap kewajiban dan larangan bagi anak buah BPD, jadi tak ada aturan dengan cara eksplisit yg melarang anak buah BPD merangkap jabatan menjadi pengurus BUM Desa.

Tetapi butuh diketahui bahwa BUM Desa merupakan salah satu unsur yg terlibat dalam Pembangunan Kawasan Perdesaan dan anak buah BPD dilarang sebagai pelaksana proyek Desa.

Jika pembangunan Kawasan Perdesaan ini diartikan sebagai bentuk proyek desa, jadi anak buah BPD tak mampu menjadi pengurus BUM Desa yg melaksanakan pembangunan tersebut. Hal ini sebab anak buah BPD dilarang sebagai pelaksana proyek Desa. Namun sebaliknya, apabila tak diartikan sebagai proyek desa, jadi tak ada ketentuan yg melarang anak buah DPD menjadi pengurus BUM Desa.

Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan berpedoman terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“UU 6/2014”) dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 mengenai Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa (“Pemen PDT 4/2015”).

Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa (“BPD”) alias yg disebut dengan nama lain merupakan lembaga yg melaksanakan manfaat pemerintahan yg anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan dengan cara demokratis.[1]

Adapun manfaat BPD yg berkaitan dengan kepala desa yaitu:[2]
1.    mengulas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
2.    menampung dan menyalurkan tekad masyarakat Desa; dan
3.    melakukan pengamatan kinerja Kepala Desa.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yg pengisiannya dilakukan dengan cara demokratis. Masa keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa selagi 6 (enam) tahun terhitung semenjak tanggal pengucapan sumpah/janji. Anggota Badan Permusyawaratan Desa mampu dipilih untuk masa keanggotaan paling tak sedikit 3 (tiga) kali dengan cara berturut-turut alias tak dengan cara berturut-turut.[3]

Kewajiban dan Larangan Bagi Anggota BPD
Anggota BPD wajib:[4]
a.   memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan mempertahankan dan merawat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
b.    melaksanakan kehidupan demokrasi yg berkeadilan gender dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
c.    menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti tekad masyarakat Desa;
d.    mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan;
e.    menghormati kualitas sosial budaya dan budaya istiadat masyarakat Desa; dan
f.     menjaga norma dan etika dalam korelasi kerja dengan lembaga kemasyarakatan Desa.

Anggota BPD dilarang:[5]
a.   merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat Desa, dan mendiskriminasikan warga alias golongan masyarakat Desa;
b.   melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, mendapatkan uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yg mampu memengaruhi keputusan alias perbuatan yg akan dilakukannya;
c.   menyalahgunakan wewenang;
d.    melanggar sumpah/janji jabatan;
e.    merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa;
f.    merangkap sebagai anak buah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi alias Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yg ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
g.    sebagai pelaksana proyek Desa;
h.    menjadi pengurus partai politik; dan/atau
i.      menjadi anak buah dan/atau pengurus organisasi terlarang.

Jika merujuk terhadap kewajiban dan larangan bagi anak buah BPD, jadi tak ada aturan dengan cara eksplisit yg melarang anak buah BPD merangkap jabatan menjadi pengurus Badan Usaha Milik Desa (“BUM Desa”). Yang ada yaitu larangan anak buah BPD merangkap jabatan menjadi Kepala Desa, perangkat Desa, anak buah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi alias Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, pengurus partai politik, alias anak buah dan/atau pengurus organisasi terlarang.

Badan Usaha Milik Desa
BUM Desa merupakan badan perjuangan yg seluruh alias sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melewati penyertaan dengan cara pribadi yg bersumber dari kekayaan Desa yg dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan perjuangan lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.[6]

Pasal 10 Pemen PDT 4/2015 mengatur mengenai susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa yg terdiri dari:
a.    Penasihat;
Dijabat dengan cara ex officio oleh Kepala Desa yg bersangkutan.[7]
b.    Pelaksana Operasional; dan
Syaratnya meliputi:[8]
1)    masyarakat Desa yg memiliki jiwa wirausaha;
2)    berdomisili dan menetap di Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
3)    berkepribadian baik, jujur, adil, cakap, dan perhatian terhadap perjuangan ekonomi Desa; dan
4)    pendidikan minimal setingkat SMU/Madrasah Aliyah/SMK alias sederajat;
c.    Pengawas.
Terdiri dari:[9]
1)    Ketua;
2)   Wakil Ketua merangkap anggota;
3)   Sekretaris merangkap anggota;
4)    Anggota.

Penamaan susunan kepengurusan organisasi ini mampu memakai penyebutan nama setempat yg dilandasi semangat kekeluargaan dan kegotong-royongan.[10]

Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa.[11] Susunan kepengurusan BUM Desa dipilih oleh masyarakat Desa melewati Musyawarah Desa sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri mengenai Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.[12]

Penasihat BUMDes berkewajiban:[13]
a.    menunjukkan pesan tersirat terhadap Pelaksana Operasional dalam melaksanakan pengelolaan BUM Desa;
b.    menunjukkan saran dan pendapat mengenai persoalan yg dianggap penting bagi pengelolaan BUM Desa; dan
c.    mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUM Desa.

Pelaksana Operasional berkewajiban:[14]
a.    melaksanakan dan membuatkan BUM Desa supaya menjadi lembaga yg melayani kebutuhan ekonomi dan/atau pelayanan umum masyarakat Desa;
b.    menggali dan memanfaatkan potensi perjuangan ekonomi Desa untuk menambah Pendapatan Asli Desa; dan
c.    melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga perekonomian Desa lainnya.

Pengawas mewakili kepentingan masyarakat.[15] Pengawas memiliki kewajiban menyelenggarakan Rapat Umum untuk mengulas kinerja BUM Desa sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.[16]

Anggota BPD sebagai badan kerja sama antar-Desa mampu menjadi salah satu fasilitator musyawarah antar desa untuk menyepakati Pendirian BUM Desa.[17]

Jadi menjawab pertanyaan Anda, merujuk terhadap kewajiban dan larangan bagi anak buah BPD, jadi tak ada aturan dengan cara eksplisit yg melarang anak buah BPD merangkap jabatan menjadi pengurus BUM Desa.

Tetapi butuh diketahui bahwa BUM Desa merupakan salah satu unsur yg terlibat dalam Pembangunan Kawasan Perdesaan.[18]

Pembangunan Kawasan Perdesaan meliputi:[19]
a.    penggunaan dan pemanfaatan wilayah Desa dalam rangka penetapan tempat pembangunan sesuai dengan tata ruang Kabupaten/Kota;
b.   pelayanan yg dilakukan untuk menambah kesejahteraan masyarakat perdesaan;
c.   pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi perdesaan, dan pengembangan teknologi cocok guna; dan
d.    pemberdayaan masyarakat Desa untuk menambah jalan masuk terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi.

Jika pembangunan Kawasan Perdesaan ini diartikan sebagai bentuk proyek desa, jadi anak buah BPD tak mampu menjadi pengurus BUM Desa yg melaksanakan pembangunan desa. Hal ini sebab anak buah BPD dilarang sebagai pelaksana proyek Desa. Namun sebaliknya, apabila tak diartikan sebagai proyek desa, jadi tak ada ketentuan yg melarang anak buah BPD menjadi pengurus BUM Desa.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1.    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa;
2.   Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 mengenai Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.


[1] Pasal 1 angka 4 UU 6/2014
[2] Pasal 55 UU/2014
[3] Pasal 56 UU 6/2014
[4] Pasal 63 UU 6/2014
[5] Pasal 64 UU 6/2014
[6] Pasal 1 angka 6 UU 6/2014
[7] Pasal 11 ayat (1) Pemen PDT 4/2015
[8] Pasal 14 ayat (1) Permen PDT 4/2015
[9] Pasal 15 ayat (2) Permen PDT 4/2015
[10] Pasal 10 ayat (2) Permen PDT 4/2015
[11] Pasal 9 Pemen PDT 4/2015
[12] Pasal 16 Pemen PDT 4/2015
[13] Pasal 11 ayat (2) Pemen PDT 4/2015
[14] Pasal 12 ayat (2) Pemen PDT 4/2015
[15] Pasal 15 ayat (1) Pemen PDT 4/2015
[16] Pasal 15 ayat (3) Pemen PDT 4/2015
[17] Pasal 6 ayat (2) Pemen PDT 4/2015
[18] Pasal 85 ayat (1) UU 6/2014
[19] Pasal 83 ayat (3) UU 6/2014

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bolehkah Anggota Badan Permusyawaratan Desa Menjadi Pengurus BUM Desa?"

Post a Comment