Yang tergolong Pemilihan Umum yg diatur dalam UUD 1945 merupakan pemilihan umum untuk memilih anak buah DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD yg diselenggarakan oleh KPU, dan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) yg diselenggarakan oleh KPU Provinsi alias KPU Kabupaten/Kota. Jadi, UUD 1945 terbukti tak menjadikan pemilihan kepala desa sebagai tahap dari Pemilihan Umum.
Keberadaan desa sebagai ‘self governing community’ itu bersifat otonom alias mandiri. Desa diberikan wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan budaya istiadat setempat yg diakui dan dihormati oleh Negara Republik Indonesia.
Mengubah dan Menetapkan UUD merupakan Wewenang MPR
Menurut ekonomis kami, lembaga yg paling cocok untuk menjawab pertanyaan yg Kalian ajukan merupakan Majelis Pemusyawaratan Rakyat (“MPR”) sebab MPR berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”) berwenang merubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.[1]
Selain itu, Kalian juga bisa membaca buku ”Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002” yg diterbitkan Mahkamah Konstitusi untuk mengenal proses pembahasan perubahan UUD 1945 oleh MPR.
Pemilihan Umum Menurut UUD 1945 dan Peraturan Perundang-undangan Terkait
Meski demikian, dalam peluang ini kami akan membahas mengenai pengaturan Pemilihan Umum dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan, dan soal pemilihan kepala desa. Dalam konteks pertanyaan Anda, jadi pembahasan soal pemilihan kepala desa akan kami kaitkan dengan bagaimana kedudukan pemerintahan desa dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan.
Mengenai Pemilihan Umum, Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 berbunyi:
Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anak buah Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pemilihan umum diselenggarakan oleh sebuah komisi pemilihan umum yg bersifat nasional, tetap, dan mandiri.[2]
Selain pemilihan anak buah DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD, dalam UUD 1945 juga disinggung soal pemilihan kepala daerah.
Sementara mengenai pemilihan Kepala Daerah, Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 mengatur sebagai berikut:
Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah tempat provinsi, kabupaten, dan kota dipilih dengan cara demokratis.
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota dan Wakil Walikota merupakan pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan walikota dan wakil walikota dengan cara pribadi dan demokratis.[3]
Penyelenggara dari pemilihan umum merupakan Komisi Pemilihan Umum (“KPU”). KPU merupakan lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yg mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yg diberikan tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan Pemilihan (dalam faktor ini Pemilihan Kepala Daerah).[4]
KPU dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah (“Pilkada”) ini, KPU terbagi dua, yaitu:
1. KPU Provinsi, yakni lembaga penyelenggara pemilihan umum yg diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.[5]
2. KPU Kabupaten/Kota, yakni lembaga penyelenggara pemilihan umum yg diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota.[6]
Dengan demikian, bisa kami simpulkan bahwa yg tergolong Pemilihan Umum yg diatur dalam UUD 1945 merupakan pemilihan umum untuk memilih anak buah DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD yg diselenggarakan oleh KPU, dan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) yg diselenggarakan oleh KPU Provinsi alias KPU Kabupaten/Kota. Jadi, UUD 1945 terbukti tak menjadikan pemilihan kepala desa sebagai tahap dari Pemilihan Umum.
Pemilihan Kepala Desa Tidak Termasuk Pemilihan Umum
Lalu, mengapa UUD 1945 tak menjadikan pemilihan kepala desa sebagai tahap dari Pemilihan Umum? Guna memahami faktor tersebut, menurut kami relevan untuk membaca pendapat Jimly Asshiddiqie dalam buku “Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia” (hal. 234). Dalam buku tersebut Jimly menganggap bahwa kehadiran desa sebagai ‘self governing community’ bersifat otonom alias mandiri. Bahkan bisa dikatakan bahwa daya jangkau organisasi Negara dengan cara struktural hanya hingga pada tingkat kecamatan, sedangkan di bawah kecamatan dianggap sebagai wilayah otonom yg diserahkan pengaturan dan pembinaannya terhadap dinamika yg nasib dalam masyarakat sendiri dengan cara otonom. Semangat demikian ini sudah dikukuhkan pula dalam perubahan UUD 1945 yg menunjukkan peluang untuk tumbuh dan berkembangnya hukum budaya yg nasib dalam masyarakat.
Pendapat Jimly tersebut bersesuaian dengan definisi desa menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“UU Desa”) yaitu:
Desa merupakan desa dan desa budaya alias yg disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, merupakan kesatuan masyarakat hukum yg mempunyai batas wilayah yg berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yg diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan dengan cara serentak di seluruh wilayah Kabupaten/Kota. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dengan cara serentak dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.[7]
Penjelasan lebih lanjut mengenai tata tutorial pemilihan Kepala Desa bisa Kalian baca postingan Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Desa.
Dengan penjelasan tersebut, menurut ekonomis kami, argumen mengapa dalam UUD 1945 tak mengatur soal pemilihan kepala desa boleh sehingga sebab desa diberikan wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan budaya istiadat setempat yg diakui dan dihormati oleh Negara Republik Indonesia.
Bukti adanya sifat pemerintahan sendiri dalam desa bisa dilihat dari fakta bahwa desa mempunyai pemerintahan sendiri yg diselenggarakan oleh pemerintah desa.[8] Desa juga mempunyai Badan Permusyawaratan Desa (“BPD”), yakni lembaga yg melaksanakan manfaat pemerintahan yg anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan dengan cara demokratis.[9] Bahkan BPD bersama kepala desa mengulas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa.[10]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yg sudah ditetapkan sebagai undang-undang oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 kemudian diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016;
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa.
[1] Pasal 3 ayat (1) UUD 1945
[2] Pasal 22E ayat (5) UUD 1945
[3] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 mengenai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 mengenai Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (“UU 8/2015”)
[4] Pasal 1 angka 7 UU 8/2015
[5] Pasal 1 angka 8 UU 8/2015
[6] Pasal 1 angka 9 UU 8/2015
[7] Pasal 31 ayat (1) dan (2) UU Desa
[8] Pasal 23 UU Desa, pemerintah desa dalam faktor ini merupakan Kepala Desa alias yg disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa (Pasal 1 angka 3 UU Desa)
[9] Pasal 1 angka 4 UU Desa
[10] Pasal 55 huruf a UU Desa
Keberadaan desa sebagai ‘self governing community’ itu bersifat otonom alias mandiri. Desa diberikan wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan budaya istiadat setempat yg diakui dan dihormati oleh Negara Republik Indonesia.
Mengubah dan Menetapkan UUD merupakan Wewenang MPR
Menurut ekonomis kami, lembaga yg paling cocok untuk menjawab pertanyaan yg Kalian ajukan merupakan Majelis Pemusyawaratan Rakyat (“MPR”) sebab MPR berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”) berwenang merubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.[1]
Selain itu, Kalian juga bisa membaca buku ”Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002” yg diterbitkan Mahkamah Konstitusi untuk mengenal proses pembahasan perubahan UUD 1945 oleh MPR.
Pemilihan Umum Menurut UUD 1945 dan Peraturan Perundang-undangan Terkait
Meski demikian, dalam peluang ini kami akan membahas mengenai pengaturan Pemilihan Umum dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan, dan soal pemilihan kepala desa. Dalam konteks pertanyaan Anda, jadi pembahasan soal pemilihan kepala desa akan kami kaitkan dengan bagaimana kedudukan pemerintahan desa dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan.
Mengenai Pemilihan Umum, Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 berbunyi:
Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anak buah Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pemilihan umum diselenggarakan oleh sebuah komisi pemilihan umum yg bersifat nasional, tetap, dan mandiri.[2]
Selain pemilihan anak buah DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD, dalam UUD 1945 juga disinggung soal pemilihan kepala daerah.
Sementara mengenai pemilihan Kepala Daerah, Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 mengatur sebagai berikut:
Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah tempat provinsi, kabupaten, dan kota dipilih dengan cara demokratis.
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota dan Wakil Walikota merupakan pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan walikota dan wakil walikota dengan cara pribadi dan demokratis.[3]
Penyelenggara dari pemilihan umum merupakan Komisi Pemilihan Umum (“KPU”). KPU merupakan lembaga penyelenggara pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yg mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yg diberikan tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan Pemilihan (dalam faktor ini Pemilihan Kepala Daerah).[4]
KPU dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah (“Pilkada”) ini, KPU terbagi dua, yaitu:
1. KPU Provinsi, yakni lembaga penyelenggara pemilihan umum yg diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.[5]
2. KPU Kabupaten/Kota, yakni lembaga penyelenggara pemilihan umum yg diberikan tugas menyelenggarakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota.[6]
Dengan demikian, bisa kami simpulkan bahwa yg tergolong Pemilihan Umum yg diatur dalam UUD 1945 merupakan pemilihan umum untuk memilih anak buah DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD yg diselenggarakan oleh KPU, dan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) yg diselenggarakan oleh KPU Provinsi alias KPU Kabupaten/Kota. Jadi, UUD 1945 terbukti tak menjadikan pemilihan kepala desa sebagai tahap dari Pemilihan Umum.
Pemilihan Kepala Desa Tidak Termasuk Pemilihan Umum
Lalu, mengapa UUD 1945 tak menjadikan pemilihan kepala desa sebagai tahap dari Pemilihan Umum? Guna memahami faktor tersebut, menurut kami relevan untuk membaca pendapat Jimly Asshiddiqie dalam buku “Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia” (hal. 234). Dalam buku tersebut Jimly menganggap bahwa kehadiran desa sebagai ‘self governing community’ bersifat otonom alias mandiri. Bahkan bisa dikatakan bahwa daya jangkau organisasi Negara dengan cara struktural hanya hingga pada tingkat kecamatan, sedangkan di bawah kecamatan dianggap sebagai wilayah otonom yg diserahkan pengaturan dan pembinaannya terhadap dinamika yg nasib dalam masyarakat sendiri dengan cara otonom. Semangat demikian ini sudah dikukuhkan pula dalam perubahan UUD 1945 yg menunjukkan peluang untuk tumbuh dan berkembangnya hukum budaya yg nasib dalam masyarakat.
Pendapat Jimly tersebut bersesuaian dengan definisi desa menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“UU Desa”) yaitu:
Desa merupakan desa dan desa budaya alias yg disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, merupakan kesatuan masyarakat hukum yg mempunyai batas wilayah yg berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yg diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan dengan cara serentak di seluruh wilayah Kabupaten/Kota. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dengan cara serentak dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.[7]
Penjelasan lebih lanjut mengenai tata tutorial pemilihan Kepala Desa bisa Kalian baca postingan Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Desa.
Dengan penjelasan tersebut, menurut ekonomis kami, argumen mengapa dalam UUD 1945 tak mengatur soal pemilihan kepala desa boleh sehingga sebab desa diberikan wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan budaya istiadat setempat yg diakui dan dihormati oleh Negara Republik Indonesia.
Bukti adanya sifat pemerintahan sendiri dalam desa bisa dilihat dari fakta bahwa desa mempunyai pemerintahan sendiri yg diselenggarakan oleh pemerintah desa.[8] Desa juga mempunyai Badan Permusyawaratan Desa (“BPD”), yakni lembaga yg melaksanakan manfaat pemerintahan yg anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan dengan cara demokratis.[9] Bahkan BPD bersama kepala desa mengulas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa.[10]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yg sudah ditetapkan sebagai undang-undang oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 kemudian diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016;
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa.
[1] Pasal 3 ayat (1) UUD 1945
[2] Pasal 22E ayat (5) UUD 1945
[3] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 mengenai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 mengenai Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (“UU 8/2015”)
[4] Pasal 1 angka 7 UU 8/2015
[5] Pasal 1 angka 8 UU 8/2015
[6] Pasal 1 angka 9 UU 8/2015
[7] Pasal 31 ayat (1) dan (2) UU Desa
[8] Pasal 23 UU Desa, pemerintah desa dalam faktor ini merupakan Kepala Desa alias yg disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa (Pasal 1 angka 3 UU Desa)
[9] Pasal 1 angka 4 UU Desa
[10] Pasal 55 huruf a UU Desa
0 Response to "Kedudukan Pemerintahan Desa dalam Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan"
Post a Comment