Retribusi dan pajak sebagai salah satu sumber pendapatan desa berasal dari alokasi yg akan terjadi pajak dan retribusi kawasan kabupaten/kota. Sementara, untuk melakukan pungutan, harus ada dasar hukumnya berupa peraturan desa. Pemerintah desa tak bisa begitu saja memungut dana dari masyarakat desa.
Dalam konteks pendapatan desa, apabila terbukti pemerintah desa mendapatkan dana dari masyarakatnya, jadi itu dinamakan swadaya dan partisipasi sebagai pendapatan orisinil desa. Artinya, pemerintah diperkenankan mendapatkan pendapatan desa dari masyarakat, tetapi sifatnya ialah swadaya dan partisipasi.
Retribusi dan Pajak Daerah
Sebelumnya, kami akan mengulas mengenai kedua istilah yg Kalian sebutkan, yakni retribusi dan pajak pada sebuah kawasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU 28/2009”).
Retribusi kawasan ialah pungutan kawasan sebagai pembayaran atas jasa alias pemberian izin tertentu yg khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah kawasan untuk kepentingan orang-orang pribadi alias badan.[1]
Sedangkan pajak kawasan ialah kontribusi harus terhadap kawasan yg terutang oleh orang-orang pribadi alias badan yg bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tak memperoleh imbalan dengan cara pribadi dan dipakai untuk keperluan kawasan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[2]
Retribusi dan Pajak Daerah yg Dialokasikan terhadap Desa
Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan tahap dari yg akan terjadi pajak dan retribusi kawasan kabupaten/kota terhadap Desa paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari realisasi penerimaan yg akan terjadi pajak dan retribusi kawasan kabupaten/kota.[3]
Pengalokasian tahap dari yg akan terjadi pajak dan retribusi kawasan itu dilakukan berdasarkan ketentuan:[4]
a. 60% dibagi dengan cara merata terhadap seluruh Desa; dan
b. 40% dibagi dengan cara proporsional realisasi penerimaan yg akan terjadi pajak dan retribusi dari Desa masing-masing.
Jadi, retribusi dan pajak berasal dari alokasi yg akan terjadi pajak dan retribusi kawasan kabupaten/kota.
Pungutan di Desa
Sementara soal pungutan, kami tak lebih terperinci mengenai pungutan semacam apa yg Kalian maksud. Adapun istilah pungutan yg dikenal dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“UU Desa”) yakni berkaitan dengan perancangan/penyusunan peraturan desa. Rancangan Peraturan Desa mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus memperoleh evaluasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa.[5]
Dari rumusan ketentuan tersebut bisa kita ketahui bahwa pungutan di desa harus dituangkan dalam bentuk Peraturan Desa yg sudah dievaluasi oleh Bupati/Walikota. Namun sayangnya, UU Desa tak membahas lebih lanjut apa maksud pungutan tersebut.
Dengan kata lain, pungutan itu harus ada dasar hukumnya. Pemerintah desa tak bisa begitu saja memungut dana dari masyarakat desa.
Keuangan Desa
Dikaitkan dengan pertanyaan Anda, kami berasumsi bahwa pajak, retribusi, alias pungutan yg Kalian maksud ialah dalam konteks keuangan desa. Keuangan desa ialah semua hak dan kewajiban desa yg bisa dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yg berafiliasi dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Hak dan kewajiban desa ini memunculkan berbagai hal, salah satunya pendapatan desa.[6]
Pendapatan Desa berasal dari:[7]
1. pendapatan orisinil desa, terdiri dari yg akan terjadi usaha, yg akan terjadi aset, yg akan terjadi swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan masih banyak lagi pendapatan orisinil desa;
2. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
3. tahap dari yg akan terjadi pajak kawasan dan retribusi kawasan Kabupaten/Kota;
4. alokasi dana desa yg ialah tahap dari dana perimbangan yg diterima Kabupaten/Kota;
5. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;
6. hibah dan sumbangan yg tak mengikat dari pihak ketiga;
7. lain-lain pendapatan Desa yg sah.
Melihat sumber-sumber pendapatan desa di atas, apabila terbukti pemerintah desa memungut dana dari masyarakatnya, jadi itu dinamakan swadaya dan partisipasi sebagai pendapatan orisinil desa, bukan pajak kawasan maupun retribusi daerah. Dalam faktor ini, pemerintah diperkenankan mendapatkan pendapatan desa dari masyarakat, tetapi sifatnya ialah swadaya dan partisipasi masyarakat.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 mengenai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa.
[1] Pasal 1 angka 64 UU 28/2009
[2] Pasal 1 angka 10 UU 28/2009
[3] Pasal 97 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“PP Desa”)
[4] Pasal 97 ayat (2) PP Desa
[5] Pasal 69 ayat (4) UU Desa
[6] Pasal 71 UU Desa
[7] Pasal 72 ayat (1) UU Desa
Dalam konteks pendapatan desa, apabila terbukti pemerintah desa mendapatkan dana dari masyarakatnya, jadi itu dinamakan swadaya dan partisipasi sebagai pendapatan orisinil desa. Artinya, pemerintah diperkenankan mendapatkan pendapatan desa dari masyarakat, tetapi sifatnya ialah swadaya dan partisipasi.
Retribusi dan Pajak Daerah
Sebelumnya, kami akan mengulas mengenai kedua istilah yg Kalian sebutkan, yakni retribusi dan pajak pada sebuah kawasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU 28/2009”).
Retribusi kawasan ialah pungutan kawasan sebagai pembayaran atas jasa alias pemberian izin tertentu yg khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah kawasan untuk kepentingan orang-orang pribadi alias badan.[1]
Sedangkan pajak kawasan ialah kontribusi harus terhadap kawasan yg terutang oleh orang-orang pribadi alias badan yg bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tak memperoleh imbalan dengan cara pribadi dan dipakai untuk keperluan kawasan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[2]
Retribusi dan Pajak Daerah yg Dialokasikan terhadap Desa
Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan tahap dari yg akan terjadi pajak dan retribusi kawasan kabupaten/kota terhadap Desa paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari realisasi penerimaan yg akan terjadi pajak dan retribusi kawasan kabupaten/kota.[3]
Pengalokasian tahap dari yg akan terjadi pajak dan retribusi kawasan itu dilakukan berdasarkan ketentuan:[4]
a. 60% dibagi dengan cara merata terhadap seluruh Desa; dan
b. 40% dibagi dengan cara proporsional realisasi penerimaan yg akan terjadi pajak dan retribusi dari Desa masing-masing.
Jadi, retribusi dan pajak berasal dari alokasi yg akan terjadi pajak dan retribusi kawasan kabupaten/kota.
Pungutan di Desa
Sementara soal pungutan, kami tak lebih terperinci mengenai pungutan semacam apa yg Kalian maksud. Adapun istilah pungutan yg dikenal dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“UU Desa”) yakni berkaitan dengan perancangan/penyusunan peraturan desa. Rancangan Peraturan Desa mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus memperoleh evaluasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa.[5]
Dari rumusan ketentuan tersebut bisa kita ketahui bahwa pungutan di desa harus dituangkan dalam bentuk Peraturan Desa yg sudah dievaluasi oleh Bupati/Walikota. Namun sayangnya, UU Desa tak membahas lebih lanjut apa maksud pungutan tersebut.
Dengan kata lain, pungutan itu harus ada dasar hukumnya. Pemerintah desa tak bisa begitu saja memungut dana dari masyarakat desa.
Keuangan Desa
Dikaitkan dengan pertanyaan Anda, kami berasumsi bahwa pajak, retribusi, alias pungutan yg Kalian maksud ialah dalam konteks keuangan desa. Keuangan desa ialah semua hak dan kewajiban desa yg bisa dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yg berafiliasi dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Hak dan kewajiban desa ini memunculkan berbagai hal, salah satunya pendapatan desa.[6]
Pendapatan Desa berasal dari:[7]
1. pendapatan orisinil desa, terdiri dari yg akan terjadi usaha, yg akan terjadi aset, yg akan terjadi swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan masih banyak lagi pendapatan orisinil desa;
2. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
3. tahap dari yg akan terjadi pajak kawasan dan retribusi kawasan Kabupaten/Kota;
4. alokasi dana desa yg ialah tahap dari dana perimbangan yg diterima Kabupaten/Kota;
5. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;
6. hibah dan sumbangan yg tak mengikat dari pihak ketiga;
7. lain-lain pendapatan Desa yg sah.
Melihat sumber-sumber pendapatan desa di atas, apabila terbukti pemerintah desa memungut dana dari masyarakatnya, jadi itu dinamakan swadaya dan partisipasi sebagai pendapatan orisinil desa, bukan pajak kawasan maupun retribusi daerah. Dalam faktor ini, pemerintah diperkenankan mendapatkan pendapatan desa dari masyarakat, tetapi sifatnya ialah swadaya dan partisipasi masyarakat.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 mengenai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa.
[1] Pasal 1 angka 64 UU 28/2009
[2] Pasal 1 angka 10 UU 28/2009
[3] Pasal 97 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“PP Desa”)
[4] Pasal 97 ayat (2) PP Desa
[5] Pasal 69 ayat (4) UU Desa
[6] Pasal 71 UU Desa
[7] Pasal 72 ayat (1) UU Desa
0 Response to "Bolehkah Pemerintah Desa Memungut Dana dari Masyarakat?"
Post a Comment