Sponsor

Info Desa

Masalah Kewenangan Pemerintah Desa Memungut Pajak

Berdasarkan penelusuran kami, baik UU Desa maupun PP Desa beserta perubahannya tak mengatur dengan cara ekplisit mengenai materi muatan yg ada di Peraturan Desa, termasuk apakah boleh materi peraturan desa itu memuat pemungutan pajak di pabrik oleh kepala desa alias tidak. Tetapi butuh diingat bahwa materi yg diatur dalam Peraturan Desa tak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yg lebih tinggi.

Merujuk pada peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, kewenangan untuk mengatur pemungutan pajak penghasilan ada pada Menteri Keuangan yg bisa menunjuk berbagai pihak sebagai pemungut pajak. Akan tetapi, pemerintah desa tak termasuk sebagai pihak yg bisa ditunjuk untuk melakukan pemungutan pajak penghasilan melewati Peraturan Desa.

Sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB Perdesaan) termasuk kategori pajak daerah kabupaten/kota yg ialah lingkup wewenang pemerintah kabupaten/kota.

Penjelasan lebih lanjut bisa Kalian baca dalam ulasan di bawah ini.

Undang-undang yg mengatur mengenai pemerintah desa yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“UU Desa”).

Tugas dan Wewenang Pemerintah Desa
Pemerintah Desa ialah Kepala Desa alias yg disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.[1] Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.[2]

Sebagai pemerintah desa, salah satu wewenang kepala desa ialah menetapkan Peraturan Desa.[3] Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa berhak mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa.[4]

Peraturan Desa
Peraturan Desa ialah peraturan perundang-undangan yg ditetapkan oleh Kepala Desa seusai dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa (“BPD”).[5]

Perlu Kalian ketahui bahwa Rancangan Peraturan Desa harus dikonsultasikan terhadap masyarakat Desa. Masyarakat Desa berhak menawarkan masukan terhadap Rancangan Peraturan Desa.[6]

Menyorot pertanyaan Anda, dapatkah dibangun Peraturan Desa yg mengatur tata tutorial pemungutan pajak yg berlokasi di desa? Berdasarkan penelusuran kami, baik di UU Desa maupun Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“PP Desa”) sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 mengenai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“PP 47/2015”) tak ada aturan eksplisit mengenai materi muatan yg ada di Peraturan Desa, termasuk apakah boleh materi peraturan desa itu memuat pemungutan pajak di pabrik oleh kepala desa.

Tetapi butuh diingat bahwa materi yg diatur dalam Peraturan Desa tak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yg lebih tinggi.[7] Peraturan Desa yg bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yg lebih tinggi dibatalkan oleh bupati/walikota.[8]

Tetapi apakah memungut pajak ialah hak pemerintah desa? Berikut kami akan jelaskan dalam uraian berikut ini.

Pajak di Perdesaan
Mengenai pajak yg dibayarkan oleh pabrik, Kalian tak membahas lebih lanjut pajak apa yg Kalian maksud. Pajak yg dikenakan terhadap pabrik bisa berupa Pajak Penghasilan alias Pajak Bumi dan Bangunan (“PBB”).

Mengenai pajak penghasilan, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan (“UU 36/2008”) beserta penjelasannya bisa dilihat siapa yg mempunyai kewenangan untuk memungut pajak, sebagai berikut:

Menteri Keuangan bisa menetapkan:
a.    bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
b.    badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yg melakukan kegiatan di bidang impor alias kegiatan perjuangan di bidang lain; dan
c.    Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yg termasuk sangat mewah.

Dalam penjelasan Pasal 22 ayat (1) UU 36/2008 disebutkan bahwa yg bisa ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah:
a.    bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi alias lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalam arti bendahara ialah pemegang kas dan pejabat lain yg menjalankan manfaat yg sama;
b.    badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang impor alias kegiatan perjuangan di bidang lain, semacam kegiatan perjuangan produksi barang tertentu antara lain otomotif dan semen; dan
c.    Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yg termasuk sangat mewah. Pemungutan pajak oleh Wajib Pajak badan tertentu ini akan dikenakan terhadap pembelian barang yg memenuhi kriteria tertentu sebagai barang yg termasuk sangat mewah baik dilihat dari tipe barangnya maupun harganya, semacam kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium sangat mewah, dan kendaraan sangat mewah.

Dalam pelaksanaan ketentuan ini Menteri Keuangan mempertimbangkan, antara lain:
a.    penunjukan pemungut pajak dengan cara selektif, demi pelaksanaan pemungutan pajak dengan cara manjur dan efisien;
b.    tak mengganggu kelancaran lalu lintas barang; dan
c.    prosedur pemungutan yg sederhana jadi mudah dilaksanakan.
d.    Pemungutan pajak berdasarkan ketentuan ini dimaksudkan untuk menambah peran dan masyarakat dalam pengumpulan dana melewati sistem pembayaran pajak dan untuk tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan pengenaan pajak yg cocok waktu. Sehubungan dengan faktor tersebut, pemungutan pajak berdasarkan ketentuan ini bisa bersifat final.

Berdasarkan uraian di atas, bisa diketahui bahwa kewenangan untuk mengatur pemungutan pajak penghasilan ada pada Menteri Keuangan yg bisa menunjuk berbagai pihak sebagai pemungut pajak. Akan tetapi, pemerintah desa tak termasuk sebagai pihak yg bisa ditunjuk untuk melakukan pemungutan pajak penghasilan melewati Peraturan Desa. Oleh sebab itu, kami asumsikan yg dimaksud dengan pajak dari pabrik ialah Pajak Bumi dan Bangunan (“PBB”), terutama PBB Perdesaan.

Sedangkan, terkait PBB, ada yg dinamakan PBB Pedesaan. PBB Perdesaan ialah pajak atas bumi dan/atau bangunan yg dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang-orang eksklusif alias Badan, kecuali daerah yg dipakai untuk kegiatan perjuangan perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.[9]

Kemudian, yg disebut sebagai Pemungutan ialah sebuah rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak alias retribusi, penentuan besarnya pajak alias retribusi yg terutang hingga kegiatan penagihan pajak alias retribusi terhadap Wajib Pajak alias Wajib Retribusi dan pengamatan penyetorannya.[10]

PBB Perdesaan termasuk kategori pajak daerah Kabupaten/Kota.[11] Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ialah Bumi dan/atau Bangunan yg dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang-orang eksklusif alias Badan, kecuali daerah yg dipakai untuk kegiatan perjuangan perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.[12]

Pendataan dilakukan melewati Surat Pemberitahuan Objek Pajak ("SPOP") yg ditandatangani dan disampaikan terhadap Kepala Daerah (dalam faktor ini Bupati/Walikota).[13] Berdasarkan SPOP, Kepala Daerah kemudian menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).[14]

Dengan demikian, bisa diketahui bahwa pemungutan PBB Perdesaan ialah kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Walaupun tak memungut PBB Perdesaan, Desa akan mendapatkan tahap yg akan terjadi pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota sebagai salah satu sumber pendapatan desa.[15]

Dengan kata lain, kepala desa selaku pemerintah desa tak berwenang memungut pajak penghasilan maupun PBB terhadap pabrik-pabrik di wilayah desa yg dipimpinnya walau tertuang dalam Peraturan Desa. Apabila sebuah Peraturan Desa bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yg lebih tinggi, jadi Peraturan Desa tersebut dibatalkan oleh bupati/walikota.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1.    Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan;
2.    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
3.    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa;
4.    Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 mengenai Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa.


[1] Pasal 1 angka 3 UU Desa
[2] Pasal 26 ayat (1) UU Desa
[3] Pasal 26 ayat (2) huruf d UU Desa
[4] Pasal 26 ayat (3) huruf b UU Desa
[5] Pasal 1 angka 7 jo. Pasal 55 huruf a dan Pasal 69 ayat (3) UU Desa
[6] Pasal 69 ayat (9) dan (10) UU Desa
[7] Pasal 69 ayat (2) UU Desa
[8] Pasal 87 PP Desa
[9] Pasal 1 angka 37 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU 28/2009”)
[10] Pasal 1 angka 49 UU 28/2009
[11] Pasal 2 ayat (2) huruf j UU 28/2009
[12] Pasal 77 ayat (1) UU 28/2009
[13] Pasal 83 UU 28/2009
[14] Pasal 83 jo. Pasal 84 ayat (1) UU 28/2009
[15] Pasal 72 ayat (1) huruf c UU Desa

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Masalah Kewenangan Pemerintah Desa Memungut Pajak"

Post a Comment