Pada dasarnya, tak ada aturan yg dengan cara ekplisit melarang kepala desa untuk mempunyai bisnis. Namun, apabila kepala desa tersebut berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (“PNS”), ia berkewajiban untuk membikin Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (“LHKPN”) terhadap Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“KPK”) yg berfungsi untuk mengenal asal-usul dari pendapatan yg ia peroleh sebelum, selagi dan seusai menjabat sebagai PNS untuk mengambarkan bahwa kekayaan yg diperoleh dari urusan ekonomi yg dimilikinya tersebut bukanlah diperoleh dari akibat tindak pidana.
Kepala desa merupakan tahap dari pemerintah desa. Kepala desa dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Demikian bisa dilihat dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“UU Desa”). Jadi, kepala desa merupakan penyelenggara pemerintahan desa (lihat juga Pasal 23 dan Pasal 25 UU Desa).
Pada dasarnya, tak ada larangan bagi kepala desa untuk mempunyai bisnis. Larangan-larangan bagi kepala desa berdasarkan Pasal 29 UU Desa yaitu:
a. merugikan kepentingan umum;
b. membikin keputusan yg menguntungkan diri sendiri, anak buah keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
d. melakukan perbuatan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
e. melakukan perbuatan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, mendapatkan uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yg bisa memengaruhi keputusan alias perbuatan yg akan dilakukannya;
g. menjadi pengurus partai politik;
h. menjadi anak buah dan/atau pengurus organisasi terlarang;
i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anak buah Badan Permusyawaratan Desa, anak buah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi alias Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yg ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
j. ikut dan dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan
l. meninggalkan tugas selagi 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa argumen yg terang dan tak bisa dipertanggungjawabkan.
Menjawab pertanyaan Anda, dari sejumlah larangan bagi kepala desa di atas tak ada aturan yg melarang kepala desa berbisnis. Namun, salah satu larangan merupakan kepala desa dilarang meninggalkan tugas selagi 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa argumen yg terang dan tak bisa dipertanggungjawabkan sebagaimana disebut dalam Pasal 29 huruf l UU Desa. Dikaitkan dengan pertanyaan Anda, hendaknya ketentuan ini bisa dijadikan pedoman bahwa perjuangan yg dijalankan oleh kepala desa jangan hingga membikin kepala desa tersebut meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala desa.
Selain itu pasti saja urusan ekonomi alias perjuangan yg dilakukan oleh kepala desa tak boleh membikin kepala desa itu membikin keputusan-keputusan untuk menguntungkan dia ataupun usahanya, maupun melakukan perbuatan kolusi, korupsi, dan nepotisme (Pasal 29 huruf b dan f UU Desa),
Jika kepala desa melanggar larangan dalam Pasal 29 UU Desa, jadi kepala desa yg bersangkutan dikenai sanksi administratif berupa teguran ekspresi dan/atau teguran tertulis. Dalam faktor sanksi administratif tak dilaksanakan, dilakukan perbuatan pemberhentian sementara dan bisa dilanjutkan dengan pemberhentian. Demikian yg diatur dalam Pasal 30 UU Desa.
Kemudian, dalam faktor kepala desa tersebut diberhentikan sebab tak bisa melakukan kewajibannya, bupati/walikota membawa pegawai negeri sipil dari pemerintah tempat kabupaten/kota sebagai penjabat kepala Desa hingga terpilihnya kepala Desa yg baru dalam faktor sisa masa jabatan kepala Desa yg berhenti kurang dari 1 (satu) tahun sebab diberhentikan (lihat Pasal 55 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa – “PP Desa”).
Sebagai info untuk Anda, adakalanya kepala desa itu dijabat oleh orang-orang yg berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (“PNS”). Pasal 43 ayat (1) PP Desa berbunyi:
“Pegawai negeri sipil yg mencalonkan diri dalam pemilihan kepala Desa wajib memperoleh izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian.”
Jika PNS tersebut terpilih dan diangkat menjadi kepala desa, PNS tersebut dibebaskan sementara dari jabatannya selagi menjadi kepala desa tanpa kehilangan hak sebagai PNS (Pasal 43 ayat (2) PP Desa).
Sehingga, apabila kepala desa itu berstatus sebagai PNS, wajib dilihat juga mengenai aturan kewajiban PNS mengabarkan dan memberitahukan kekayaannya. Dalam postingan Bukti yg Harus Dimiliki PNS atas Penghasilan Sampingan disebutkan antara lain bahwa PNS berkewajiban untuk membikin Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (“LHKPN”) terhadap Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“KPK”) yg berfungsi untuk mengenal asal-usul dari pendapatan yg ia peroleh sebelum, selagi dan seusai menjabat sebagai PNS.
Dalam postingan tersebut juga dijelaskan, Pasal 5 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 mengenai Penyelenggaraan Negara yg Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (“UU 28/1999”) sudah menentukan bahwa seorang PNS sebagai penyelenggara Negara berkewajiban untuk mengabarkan dan memberitahukan kekayaannya sebelum dan seusai menjabat sebagai PNS. Jadi, kepala desa PNS yg mempunyai urusan ekonomi wajib mengambarkan bahwa kekayaan yg diperoleh dari usaha/pekerjaan sampingan tersebut bukanlah diperoleh dari akibat tindak pidana. Penjelasan lebih lanjut bisa Kalian baca dalam postingan tersebut dan Bolehkah PNS Menjadi Direksi/Komisaris PT?.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 mengenai Penyelenggaraan Negara yg Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa.
Kepala desa merupakan tahap dari pemerintah desa. Kepala desa dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Demikian bisa dilihat dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa (“UU Desa”). Jadi, kepala desa merupakan penyelenggara pemerintahan desa (lihat juga Pasal 23 dan Pasal 25 UU Desa).
Pada dasarnya, tak ada larangan bagi kepala desa untuk mempunyai bisnis. Larangan-larangan bagi kepala desa berdasarkan Pasal 29 UU Desa yaitu:
a. merugikan kepentingan umum;
b. membikin keputusan yg menguntungkan diri sendiri, anak buah keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
d. melakukan perbuatan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
e. melakukan perbuatan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, mendapatkan uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yg bisa memengaruhi keputusan alias perbuatan yg akan dilakukannya;
g. menjadi pengurus partai politik;
h. menjadi anak buah dan/atau pengurus organisasi terlarang;
i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anak buah Badan Permusyawaratan Desa, anak buah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi alias Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yg ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
j. ikut dan dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan
l. meninggalkan tugas selagi 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa argumen yg terang dan tak bisa dipertanggungjawabkan.
Menjawab pertanyaan Anda, dari sejumlah larangan bagi kepala desa di atas tak ada aturan yg melarang kepala desa berbisnis. Namun, salah satu larangan merupakan kepala desa dilarang meninggalkan tugas selagi 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa argumen yg terang dan tak bisa dipertanggungjawabkan sebagaimana disebut dalam Pasal 29 huruf l UU Desa. Dikaitkan dengan pertanyaan Anda, hendaknya ketentuan ini bisa dijadikan pedoman bahwa perjuangan yg dijalankan oleh kepala desa jangan hingga membikin kepala desa tersebut meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala desa.
Selain itu pasti saja urusan ekonomi alias perjuangan yg dilakukan oleh kepala desa tak boleh membikin kepala desa itu membikin keputusan-keputusan untuk menguntungkan dia ataupun usahanya, maupun melakukan perbuatan kolusi, korupsi, dan nepotisme (Pasal 29 huruf b dan f UU Desa),
Jika kepala desa melanggar larangan dalam Pasal 29 UU Desa, jadi kepala desa yg bersangkutan dikenai sanksi administratif berupa teguran ekspresi dan/atau teguran tertulis. Dalam faktor sanksi administratif tak dilaksanakan, dilakukan perbuatan pemberhentian sementara dan bisa dilanjutkan dengan pemberhentian. Demikian yg diatur dalam Pasal 30 UU Desa.
Kemudian, dalam faktor kepala desa tersebut diberhentikan sebab tak bisa melakukan kewajibannya, bupati/walikota membawa pegawai negeri sipil dari pemerintah tempat kabupaten/kota sebagai penjabat kepala Desa hingga terpilihnya kepala Desa yg baru dalam faktor sisa masa jabatan kepala Desa yg berhenti kurang dari 1 (satu) tahun sebab diberhentikan (lihat Pasal 55 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa – “PP Desa”).
Sebagai info untuk Anda, adakalanya kepala desa itu dijabat oleh orang-orang yg berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (“PNS”). Pasal 43 ayat (1) PP Desa berbunyi:
“Pegawai negeri sipil yg mencalonkan diri dalam pemilihan kepala Desa wajib memperoleh izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian.”
Jika PNS tersebut terpilih dan diangkat menjadi kepala desa, PNS tersebut dibebaskan sementara dari jabatannya selagi menjadi kepala desa tanpa kehilangan hak sebagai PNS (Pasal 43 ayat (2) PP Desa).
Sehingga, apabila kepala desa itu berstatus sebagai PNS, wajib dilihat juga mengenai aturan kewajiban PNS mengabarkan dan memberitahukan kekayaannya. Dalam postingan Bukti yg Harus Dimiliki PNS atas Penghasilan Sampingan disebutkan antara lain bahwa PNS berkewajiban untuk membikin Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (“LHKPN”) terhadap Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“KPK”) yg berfungsi untuk mengenal asal-usul dari pendapatan yg ia peroleh sebelum, selagi dan seusai menjabat sebagai PNS.
Dalam postingan tersebut juga dijelaskan, Pasal 5 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 mengenai Penyelenggaraan Negara yg Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (“UU 28/1999”) sudah menentukan bahwa seorang PNS sebagai penyelenggara Negara berkewajiban untuk mengabarkan dan memberitahukan kekayaannya sebelum dan seusai menjabat sebagai PNS. Jadi, kepala desa PNS yg mempunyai urusan ekonomi wajib mengambarkan bahwa kekayaan yg diperoleh dari usaha/pekerjaan sampingan tersebut bukanlah diperoleh dari akibat tindak pidana. Penjelasan lebih lanjut bisa Kalian baca dalam postingan tersebut dan Bolehkah PNS Menjadi Direksi/Komisaris PT?.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 mengenai Penyelenggaraan Negara yg Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa.
0 Response to "Bolehkah Kepala Desa Memiliki Bisnis?"
Post a Comment